Friday, October 17, 2025
Wednesday, September 24, 2025
Tuesday, September 23, 2025
ABU COMMENT MEUNGEUNAI WALI NANGGROE
15.06.2013 - SALAH SATU TOKOH PENDIRI ACHEH SUMATRA NATIONAL LIBERATION
FRONT (ASNLF) TAMPIL DI TV ONE
Banda Aceh - Salah satu pendiri Acheh-Sumatra National Liberation Front (ASNLF) Dr.
Husaini Hasan dikabarkan tampil dalam acara dialog di TV One, Sabtu 15 Juni 2013, pada
pukul 16.00 WIB.
Informasi itu beredar cepat dikalangan wartawan. “Nanti jam 4 sore ada siaran acara dialog
di TV One, Dr. Husaini Hasan”.
Mantan Menteri Pendidikan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) itu akan mengupas tentang
sosok Wali Nanggroe Malik Mahmud, Qanun Wali Nanggroe, serta Bendera dan Lambang
Aceh versi ASNLF.
Acheh Sumatra National Liberation Front (ASNLF) adalah salah satu organisasi
pembebasan Acheh-Sumatra atau Aceh Merdeka (AM) yang bermukim di Swedia. Selama
ini, ASNLF selalu mengikuti perkembangan terkini Aceh dari Swedia.
Tidak sedikit kebijakan Pemerintahan Aceh di bawah dr Zaini Abdullah-Muzakir Manaf yang
dikritisi. Sebut saja masalah penetapan Wali Nanggroe, Malik Mahmud, pembahasan
Bendera dan Lambang Aceh, serta pembentukkan Lembaga Wali Nanggroe.
Saat ini ASNLF di ketuai oleh Arif Fadhillah dan Yusuf Daud sebagai wakil ketua.
Melalui wawancara di TV One Jakarta, mantan Menteri Pendidikan GAM/ ASNLF dan MP
GAM Dr. Husaini Hasan mengungkapkan bahwa Aceh sekarang itu sudah terkontaminasi
oleh politik kekuasaan kelompok dan yang diuntungkan hanya dilingkungan sekitar mereka
saja, jadi tidak ada persatuan seperti masa perjuangan GAM dahulu.
Ia juga menyatakan ada beberapa kasus yang sampai detik ini belum di tangani karena
pihak penegak hukum di Aceh takut untuk mengusutnya, yaitu : Kasus Penembakan Tokoh
Aceh, seperti mantan Rektor IAIN Ar Raniry Safwan Idris, Mantan Rektor Unsyiah Dayan
Dawood, mantan Wagub Aceh Brigjen HT Johan, hingga soal pemukulan Khatib Jum'at di
Pidie dan kasus lainnya
Ada beberapa solusi yang di sampaikan Dr. Husaini Hasan melalui TV One untuk mengatasi
konflik internal KPA/PA/ASNLF dan kisruh Bendera dan Lambang Aceh, diantaranya,
satukan kembali semua tokoh GAM dulu, Jadi tidak ada lagi perbedaan yang muncul akibat
ketidak adilan antara sesama para Pejuang GAM. Yaitu dengan mengumpulkan kembali
semua tokoh dan mantan Pejuang GAM untuk duduk bersama kembali demi menata Aceh
yang lebih baik kedepan.
Selanjutnya ia menyebutkan, jangan libatkan GAM Cantoi (anak muda non kombatan) dan
tokoh baru di KPA/PA, karena mereka Generasi Muda dan tidak tahu sejarah dan bukan
Pejuang GAM dahulu.
Pada bagian lain Dr. Husaini Hasan menyebutkan, bahwa bendera GAM itu tidak layak di
jadikan Bendera Aceh di bawah NKRI, dan akibat yang di timbulkan dari penunjukan
bendera tersebut melanggar Sumpah GAM pada tahun 1976. Jadi sebaiknya di usulkan
Bendera yang lain yang sesuai dengan Aceh sekarang, karena di bawah NKRI.[]
Sumber : Modus Aceh & copy paste Wall Facebook Kiss FM
KISS TV Kabel Banda Aceh
www.facebook.com/KissTelevisi
www.kissaceh.tv
Saturday, August 30, 2025
Naséb Bansa Atjèh Djinoë Dan Ukeuë
1. Allah han akan neu-ubah saboh2 bangsa njan meunjo bangsa njan hana djiusaha rubah nasib droedjih. 2. Meunjo ureuëng2 tjarong Atjèh hana geuteuntang kemungkaran dan geu-iem droegeuh geukalon peumimpin nanggroe djipeubuet kedhaliman maka Allah akan neupileh peumimpin njang leubeh dhalim lom di Atjèh. 3. Geutanjoe han keumah ta meurdéka droeteuh meunjo mantong lagèe tulö lam reugam. Djadi peureulee ta istiqamah tuntut meurdéka dan peudong Neugara Atjèh deungon konstitusi Islam seutjara kaffah dang2 ta preh Khalifah Islamiah ban sigom donja Imam Mahdi. Di dônja Geutanjoe beu-na Naionality meunjo hana passport Neugara saho handjeuët tadjak. Tapi tawoe u akhirat hana peulee pasport. Njang peunténg ta seutot Sunnah Rasulullah. Wallahu'alam. 🤝
Amanat Seruan Persatuan Nusantara
Assalamualaikum ,
Salam sejahtera kepada seluruh saudara sebangsa dan setanah air Nusantara.
Saudara-saudaraku sekalian, bangsa Aceh, bangsa Minang, bangsa Riau Bugis, Banjar,
Dayak, Maluku, Papua – kita semua adalah satu keluarga besar Nusantara, lahir dari rahim
sejarah yang sama, berakar pada bumi yang sama, dan dipelihara oleh adat serta agama yang
saling mengikat.
Suara Kejujuran dan Kebenaran
Hari ini, izinkan saya berbicara dengan penuh jujur dan berterus terang. Apakah bangsa2 kita
hidup dalam keadilan? Jawapannya jelas: tidak!
Hari ini saya menyeru dan bukan sekadar untuk tuan tuan hanya mendengar kata-kata saya,
tetapi untuk menyatukan hati dan tekad. Kita hidup di dalam zaman yang genting, ketika
tanah air kita yang di jajah bergoncang kekacauan, ketidakadilan, dan penindasan.
Indonesia berdiri bukan diatas keadilan, tetapi di atas warisan penjajahan Belanda. Sistemnya
masih sistem Belanda, undang-undangnya masih bekas jajahan Belanda, dan hasilnya tetap
sama: rakyat diperas, bangsa-bangsa ditindas, dan hanya segelintir elit yang berkuasa.
Penjajahan Hindia Belanda dari Sabang sampai ke Merauke tidak pernah dibubarkan tetapi
hanya ditukar nama menjadi NKRI. Proses Dekolonisasi tidak pernah dijalankan di Wilayah
Penjajahan Hindia Belanda. NKRI tidak mempunyai Hak untuk memboyong Sumber Daya
Alam dari Atjèh, dari Padang, dari Riau, dari luar Jawa semua dibawa ke Jawa untuk
membangun Jawa? Masing2 kita bangsa2 Melayu Nusantara adalah pewaris2 sah dari nenek
moyang kita bangsa2 Melayu Nusantara. Sudah 80 tahun kemerdekaan sesat ini, kita bangsa-
bangsa Melayu Nusantara tetap dijadikan anak tiri oleh Jawa.
Tragedi demi tragedi menjadi saksi – Tanjung Priok, G30S PKI, operasi militer di Aceh,
pembunuhan pejuang hak asasi, almarhum Munir, hingga kematian anak muda bernama Affan
Kurniawan yang digilis kereta perisai Brimob TNI, ketika hanya mencari rezeki. Adakah
keadilan ditegakkan? Tiada!
Sejarah membuktikan: rakyat kecil di Indonesia tidak pernah mendapat keadilan, dan tidak
akan pernah.
Bangkitnya Kesedaran
Saudara-saudara, berapa ramai mahasiswa yang gugur di jalanan, berapa ramai keluarga
kehilangan anak, suami, dan ayah – adakah ada yang mendapat pembelaan? Jawapannya
sama: tiada!
Hukum di Indonesia bukan hukum rakyat, melainkan hukum penjajah. Ekonominya bukan
ekonomi rakyat, tetapi ekonomi elit yang tamak. Politiknya bukan suara rakyat, tetapi suara
oligarki yang rakus dan serakah.
Kalau kita terus berada di bawah sistem ini, jangan pernah berharap akan keadilan, jangan
pernah bermimpi akan kemakmuran.
Seruan Persatuan
Kerana itu, hari ini saya menyeru: inilah saatnya kita bersatu!
Bangsa Minang tidak boleh menentukan nasib bangsa Riau. Bangsa Jawa tidak berhak
menentukan nasib bangsa Aceh. Dan bangsa Aceh tidak berhak menentukan nasib bangsa
lain. Kita semua bangsa2 yang setara – bangsa-bangsa Nusantara yang merdeka.
Dahulu kita pernah berdiri bersama, melahirkan kerajaan-kerajaan agung: Sriwijaya,
Samudera Pasai, Kesultanan Aceh, Kesultanan Maluku. Seperti Eropah kini bersatu dalam
kesatuan Uni Eropa, mengapa kita tidak mampu bersatu dalam satu Persatuan Negara2 Uni
Melayu Nusantara?
Maka saya menyeru – bangsa Aceh, bangsa Minang, bangsa Riau, Melayu Deli, Batak, Bugis,
Banjar, Dayak, Toraja, Maluku, Papua – marilah kita bersatu dalam sebuah persekutuan baru.
Persekutuan yang adil, sama rata, dan bebas daripada penjajahan gaya baru.
Peluang Dalam Kekacauan
Hari ini Indonesia sedang kacau. Gas pemedih mata memenuhi udara, jalan raya dibanjiri
rakyat, gedung-gedung parlimen digoncang oleh suara protes. Inilah kesempatan kita. Dari
runtuhan sistem zalim ini, kita boleh membina sesuatu yang baru – sebuah tanah air Nusantara
yang adil dan merdeka.
Amanat Penutup
Saudara-saudaraku, kita bukan bangsa kecil. Kita adalah bangsa2 besar, bangsa2 Melayu,
bangsa Nusantara. Kita telah berdiri beribu tahun, kita pernah memimpin samudera, kita
pernah menguasai perdagangan dunia. Kini tiba masanya kita bangkit semula.
Bersatu kita teguh, bercerai kita binasa.
Inilah seruan dari Aceh – ikhlas dari hati, untuk seluruh bangsa Nusantara:
Marilah kita bangkit.
Marilah kita bersatu.
Marilah kita tegakkan tanah air yang adil, sama rata, dan merdeka! Merdeka Atjèh Sumatera!
Merdeka Maluku! Merdeka Papua! Merdeka Republik Persatuan Sulawesi!
Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Tuesday, August 26, 2025
Peukara ék Betjak
Sueuë:
Na dalam surat kabar Indonesia deuh Tengku ék betjak njang na djipasang bandira mirah putih Republik Indonesia. Pakriban Tengku djaweuëb kritik masarakat njang pro AM bahwa njan bertjanggah deungon seumangat Keumeurdekaan Atjèh.




